Saturday, November 11, 2006

Kartun Islam Dan Paus

Mimpi-mimpi Islam


IMAGES CREATED BY VLADIMIR FRIDKES

Muhamad - Sosok Teladan Islam

Islam adalah sebuah agama yang penuh kontradiksi dan sulit dipahami. Bagaimana mungkin sebuah agama yang selalu dipromosikan sebagai agama damai ternyata memberi inspirasi begitu banyak orang untuk menebar teror dan kerusakan? Bagaimana mungkin agama yang diklaim sebagai agama terakhir dari seluruh ajaran nabi-nabi justru memutarbalikkan banyak ajaran-ajaran para nabi? Bagaimana mungkin agama yang dipropagandakan sebagai agama yang egaliter dan tidak membeda-bedakan manusia ternyata mengajarkan banyak perlakuan diskriminatif, baik pada kaum wanita ataupun pada pemeluk agama lain.

Kontradiksi-kontradiksi ini mau tidak mau menimbulkan sebuah pertanyaan: benarkah Islam agama yang berasal dari Tuhan? Benarkah Islam agama yang memurnikan kembali ajaran-ajaran para nabi terdahulu? Ini pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab dan selalu mengundang perdebatan yang berkepanjangan.

Sebenarnya cara termudah untuk mengetahui jawaban atas pertanyaan tersebut adalah dengan melihat buah-buah dari ajarannya. Sehebat-hebatnya sebuah ajaran agama, tidak ada gunanya jika ajaran tersebut tidak dapat diaplikasikan dalam kehidupan manusia. Untuk Islam, buah ajaran Islam yang terbaik adalah Muhamad sendiri, nabinya. Dengan demikian untuk menilai sebaik apa ajaran Islam dalam kehidupan manusia, cukuplah dengan melihat kehidupan Muhamad.

Jika Islam mengklaim dirinya sebagai ajaran Tuhan yang murni maka konsekuensinya adalah Muhamad harus menjadi pribadi manusia yang paling sempurna sebagai pembuktian kebenaran Islam. Sebaliknya jika Muhamad hanyalah manusia yang berdosa dan penuh dengan kekurangan, maka Islam tidak lebih dari ajaran teoritis yang tidak bisa diaplikasikan. Bagaimana mungkin Islam mengajarkan manusia untuk menjadi baik sedangkan Muhamad sendiri tidak mampu menjadi baik karena ajaran Islam.

Muhamad: antara mitos dan kenyataan

Para ulama Islam juga menyadari pentingnya sosok Muhamad sebagai bukti kebaikan ajaran Islam. Itu sebabnya sosok Muhamad selalu digambarkan sebagai manusia yang sempurna dengan moralitas yang amat terpuji. Sayangnya itu tidak lebih dari sekedar mitos yang tidak didukung kenyataan. Para ulamapun menyadari masalah ini, ada banyak sisi kehidupan Muhamad yang bertentangan dengan mitos-mitos kesempurnaan Muhamad. Akibatnya masalah seputar kehidupan Muhamad menjadi masalah yang sangat sensitif. Para ulama memilih melakukan tindakan keras untuk menjaga citra Muhamad sebagai nabi, setiap upaya pengungkapan sisi negatif akan dipandang sebagai penghinaan terhadap Muhamad dan pelakunya akan dihukum mati.

Pada kenyataannya memang ada cukup banyak sisi buruk dalam kehidupan Muhamad yang memperlihatkan Muhamad sebagai sosok manusia dengan moralitas rendah. Salah satu sisi buruk yang paling nyata adalah dalam hal nafsu seksnya. Selama beberapa tahun Muhamad hidup bersama dengan satu orang istri, Khadijah, seorang wanita yang dibesarkan dalam lingkungan Kristen. Tetapi setelah Khadijah meninggal Muhamad mulai mengambil beberapa orang istri sebagai pendamping hidupnya. Menurut berbagai literatur setidaknya Muhamad memiliki 9 orang istri, bahkan ada yang menyebutkan 14 orang.

Fakta yang sangat mengejutkan, salah satu istri Muhamad adalah seorang bocah cilik bernama Aisha yang dinikahinya pada umur 6 atau 7 tahun dan mereka mulai hidup sebagai suami-istri saat Aisha berumur 9 tahun!!! Ini terjadi saat Muhamad berumur 50-an tahun. Muhamad ternyata seorang pedofil, ia memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perbuatan semacam itu sekarang dianggap perbuatan bejat yang layak mendapat hukuman penjara. Ini sama sekali bukan cerita khayalan, faktanya diceritakan dengan cukup jelas di dalam Hadis sahih:

Sahih Muslim Buku 008, Nomer 3327:
Aisha (Allah memberkatinya) melaporkan bahwa Rasul Allah menikahinya ketika ia berusia tujuh tahun, dan ia (Muhammad) membawanya ke rumahnya sebagai pengantin ketika ia berusia sembilan tahun, dan boneka2nya dibawanya, dan ketika ia (Muhammad) mati, ia (Aisha) berusia delapanbelas tahun.


Sunan Abu-Dawud Buku 41, Nomer 4915, juga Nomer 4915 and Nomer 4915
Dikisahkan Aisha, Ummul Mu'minin:

Sang Rasul Allah menikahiku ketika aku berusia tujuh atau enam tahun. Ketika kami tiba di Medina, beberapa wanita datang, menurut versi Bishr:Umm Ruman datang padaku ketika saya sedang bermain ayunan. Mereka memandangku, mempersiapkanku, dan mendandaniku. Kemudian aku dibawa ke Rasul Allah, dan ia hidup bersamaku sebagai suami istri ketika aku berusia sembilan tahun. Ia (Umm Ruman?) menghentikanku di pintu, dan aku meledak tertawa. Dan biasa bermain dengan boneka2nya.

Sahih Bukhari Vol. 7, Buku 62, Perkawinan - Hadis 065:
Dikisahkan Aisha: Sang Nabi mengawininya ketika ia berumur 6 tahun dan hidup sebagai suami-istri ketika ia berusia 9 tahun. Hirsham mengatakan: Aku diberitahu bahwa Aisha bersama Rasul selama 9 tahun (hingga akhir hayatnya).

Beberapa kalangan muslim mencoba membantah usia Aisha, tapi bantahan tersebut sangat lemah dan tidak bisa menghapuskan fakta umur Aisha yang tertulis jelas dalam beberapa Hadis. Beberapa orang lagi mencoba membela perilaku pedofil ini dengan mengatakan bahwa perkawinan semacam itu di wilayah Arab adalah hal yang biasa pada jaman itu dan bukan suatu aib. Sekalipun perkawinan itu hal yang 'biasa', jelas bukan perilaku terpuji yang diharapkan dari seorang nabi. Apabila Muhamad benar-benar seorang nabi seharusnya ia memiliki visi yang mampu melampaui jamannya, seharusnya ia mampu mendobrak kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat buruk jamannya. Tapi Muhamad ternyata tidak mampu melakukan itu.

Tidak masuk di akal bagaimana seorang yang mengaku nabi tertarik secara seksual pada seorang anak kecil berusia 6 tahun saat ia sendiri lebih pantas menjadi kakeknya! Sangat tidak mungkin keinginan mengawini Aisha didasari oleh rasa cinta sebagaimana seharusnya, Aisha belum dewasa dan belum mengerti apa-apa tentang cinta orang dewasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa perkawinan itu semata-mata didasarkan pada dorongan nafsu seksual Muhamad yang menyimpang! Begitulah kualitas moral nabi terbesar umat Islam ini.

Masih banyak perilaku Muhamad yang membuktikan karakter dan moralitasnya yang rendah, tapi kelemahan Muhamad dalam perilaku seksualnya sudah cukup membuktikan bahwa Muhamad sama sekali bukan teladan manusia yang sempurna. Muhamad yang digambarkan dalam mitos-mitos tentang dia sama sekali berbeda dengan kenyataan yang sesungguhnya.

Jika baik atau buruknya suatu agama dapat dilihat dari buah-buahnya, maka fakta-fakta karakter dan moralitas rendah Muhamad sudah cukup menjadi bukti bahwa Islam bukanlah agama yang baik bagi manusia. Jika Islam dalam bentuknya yang asli dan murni saat itu tidak mampu menuntun Muhamad menjadi manusia yang terpuji, masihkah pengikut Muhamad jaman ini berharap bisa memperoleh kebenaran melalui Islam?


Wednesday, November 8, 2006

Penyakit Kronis ISLAM

Adalah sebuah ironi ketika begitu banyak tindakan-tindakan teror di berbagai belahan dunia dilakukan dengan pembenaran yang mengatasnamakan ISLAM. Agama yang seharusnya membawa perdamaian sekarang menjadi sosok yang mengancam perdamaian. Nama Islam, suka atau tidak suka, kini erat kaitannya dengan terorisme dan kekerasan.

Apakah ini sekedar penafsiran Islam yang keliru atau memang inilah wajah Islam yang sesungguhnya? Tentu saja golongan Islam moderat yang merasa tercoreng wajahnya selalu mengatakan Islam adalah agama damai yang menentang kekerasan. Tapi kaum jihadis terus tumbuh makin banyak dan tetap menafsirkan ajaran Islam sebagai pembenaran tindakan-tindakan teror mereka.

Kesibukan cendekiawan dan ulama Islam moderat yang mencoba meyakinkan dunia tentang wajah Islam yang damai justru menguntungkan kaum jihadis. Sementara dunia berusaha memahami Islam menurut penafsiran moderat, kaum fundamentalis terus menjalankan rencana-rencana terornya tanpa ada satu pihakpun yang bisa menghentikan mereka. Sayangnya kaum cendekiawan dan ulama moderat hanya sibuk berusaha berbicara pada dunia untuk mengubah persepsi dunia tentang Islam, bukannya pada kaum jihadis yang seharusnya mereka ubah cara berpikirnya. Pada kenyataannya kaum Islam moderat seperti Abdurrahman Wahid, Nurcholis Majid, Jalaludin Rahmat,dll memang tidak mampu berbuat apa-apa mengatasi masalah ini, mereka tidak punya kekuasaan dan superioritas apapun untuk memaksakan penafsiran Islam moderat pada para jihadis.

Ironisnya, ajaran yang menganjurkan penggunaan kekerasan memang ada di dalam Islam, meski ini memiliki batasan-batasan tertentu. Ajaran-ajaran tersebut bertebaran di Alquran dan Hadis. Apa yang dilakukan cendekiawan dan ulama moderat cuma berusaha mengabaikan ayat-ayat keras ini, atau menafsirkan ayat-ayat tersebut dengan makna yang bersifat rohani, bukan fisik. Tapi sesungguhnya di dalam Islam tidak ada yang bisa memaksakan penafsiran lembut semacam ini. Bahkan sebagian orang menganggap arti harafiahnya yang keras lebih kuat dari pada penafsiran lembut.

Harus diakui upaya kaum moderat selalu gagal untuk membuat perubahan yang permanen. Mereka hanya mampu mengubah trend pemikiran yang bersifat sementara, dan kemudian Islam akan selalu kembali pada wajah aslinya. Tampaknya kekerasan memang sudah menjadi karakter dasar Islam yang tidak dapat diubah dan ditutupi oleh siapapun.

Bagi kaum jihadis, ayat-ayat pedang lebih mudah diterima apa adanya tanpa perlu penafsiran yang rumit. Dengan cara ini mereka dengan mudah mengakomodasi nafsu-nafsu kekerasan dengan pembenaran ajaran Islam untuk mencapai tujuan, entah politis entah religius. Terlebih lagi ini ditunjang dengan contoh-contoh aplikasi ajaran keras tersebut pada jaman Muhamad, nabi mereka. Penafsiran yang diberikan golongan moderat bagi mereka tidak lebih hanya sebuah alternatif yang sama sekali tidak menarik. Tidak ada kewajiban apapun untuk menerima penafsiran kaum moderat. Setiap upaya kaum moderat akan selalu berakhir sia-sia.

Saya ambil contoh sebuah ayat Alquran:

Q 9:29
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah ataupun kepada Hari Kiamat, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab (Yahudi dan Kristen) kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.


Islam moderat akan berusaha mengatakan bahwa ayat ini tidak relevan untuk diterapkan pada masa kini karena umat Islam tidak berperang melawan siapapun melainkan bersama-sama dengan umat lain membangun dunia yang damai. Sebuah pandangan yang menyejukkan dan membuat orang percaya bahwa Islam itu membawa damai.

Tapi kaum jihadis dan ulama-ulamanya melihat dunia dengan cara lain, mereka melihat Islam yang sedang dipinggirkan dan menjadi korban ketidakadilan. Oleh karena itu mereka memandang ayat tersebut sebagai perintah Tuhan untuk memerangi negara atau kelompok yang mereka anggap sebagai musuh-musuh Islam. Pandangan inilah yang sedang tumbuh dengan subur sementara dunia masih terbuai oleh penafsiran Islam moderat.

Penafsiran mana yang benar? Tidak ada seorangpun yang bisa menentukannya.Masing-masing golongan mendapat dukungan ulama-ulamanya sendiri.

Relativisme penafsiran memang menjadi masalah pelik bagi Islam. Sambil mengagung-agungkan Islam sebagai agama yang paling sempurna, tidak ada satu pihakpun yang bisa menentukan bagaimana 'agama yang sempurna' itu harus ditafsirkan. Semua orang yang entah bagaimana asal mulanya mendapat predikat ulama bisa menafsirkan Islam dengan cara apapun yang mereka inginkan.

Akibatnya ajaran Islam menjadi begitu fleksibel, bisa ditafsirkan untuk tujuan apapun. Termasuk untuk tujuan-tujuan kekerasan yang dibungkus dengan dalih 'pembelaan terhadap agama'. Dengan demikian dalam Islam akan selalu ada golongan yang memilih melakukan penafsiran yang keras untuk mengakomodasi kepentingan kelompoknya sendiri dan tidak ada satu golonganpun yang bisa mencegahnya.

Membongkar mitos dan menampilkan Islam apa adanya.

Lalu bagaimana solusinya? Islam sudah terlanjur dimitoskan sebagai ajaran yang sempurna, tak ada apapun yang dapat dilakukan manusia untuk mengubah Islam tanpa mengundang protes dan pertentangan. Setiap upaya perubahan Islam akan selalu ditolak. Kaum Islam liberal dan moderat tidak akan pernah bisa menghentikan siapapun yang ingin menafsirkan Islam secara keras. Siapapun di dunia tidak akan bisa mencegah orang menafsirkan ayat-ayat keras guna melakukan tindakan teror yang merusak kedamaian. Adanya unsur kekerasan dalam ajaran Islam dan relativisme penafsiran adalah persoalan dilematis dalam Islam. Ini sebuah penyakit kronis yang tidak mungkin disembuhkan lagi. Ini adalah sebuah kesalahan mendasar yang tidak disadari pendiri Islam. Dan penyakit itu sekarang mulai menebarkan terornya pada dunia.

Buat saya tidak ada solusi lain selain mengungkapkan Islam apa adanya termasuk memperlihatkan sisi Islam yang keras. Dengan demikian orang akan menyadari wajah Islam yang sesungguhnya dan akan berpikir untuk meninggalkan Islam. Karena Islam dengan segala cacat bawaannya sudah tidak mungin diperbaiki lagi, maka jalan satu-satunya adalah mengajak sebanyak mungkin pengikut Islam yang masih merindukan kedamaian untuk segera meninggalkan Islam. Ini solusi terbaik.

Gambaran Islam yang lembut dan damai dari kaum Islam moderat harus dikritisi dan dianggap sebagai upaya untuk mengelabui manusia dari kenyataan Islam yang sebenarnya. Mitos-mitos yang mengatakan Islam sebagai agama damai harus dibongkar dan kenyataan harus diungkapkan. Biarkan semua orang melihat Islam apa adanya, tanpa polesan apapun. Orang harus disadarkan bahwa Islam memang memiliki kesalahan yang mendasar dalam ajarannya yang sama sekali tidak dapat diperbaiki lagi. Islam adalah agama rusak yang sudah tidak layak lagi untuk menjadi agama manusia. Tetapi sekeras dan sekejam apapun ajaran Islam, tidak akan berarti apa-apa lagi bagi dunia kalau sudah tidak ada pengikutnya. Saya percaya pada akhirnya kebenaran akan mengalahkan Islam.